PT Vale Indonesia Tbk (INCO) akhirnya buka suara terkait kabar yang menyebutkan bahwa perusahaan tidak akan mengeluarkan dividen hingga 2027 mendatang.
CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy menjelaskan bahwa PT Vale Indonesia hari ini memperkuat kebijakan pembayaran dividen berdasarkan ketersediaan kas dan setelah memperhitungkan kebutuhan modal kerja, pembayaran pinjaman dan bunga, serta program investasi.
Dia menyebut, PT Vale baru-baru ini membagikan dividen pada tahun 2021, sementara sebelumnya pemegang saham juga mendukung dividen pada tahun 2022 untuk membantu mendanai program pertumbuhan perusahaan sebesar US$ 9 miliar.
“Keputusan mengenai pembayaran dividen di masa mendatang akan diumumkan pada waktunya,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/04/2023).
Dia menjelaskan, program pertumbuhan PT Vale diharapkan bisa menghasilkan investasi Rp 130 triliun di Indonesia, mencakup inisiatif fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Sorowako, Sulawesi Selatan, serta proyek smelter feronikel di Morowali, Sulawesi Tengah, dan smeter HPAL di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, yang keduanya merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).
“PT Vale telah menginvestasikan kembali US$ 800 juta selama lima tahun terakhir, sementara saldo kas perusahaan meningkat lebih dari US$ 400 juta untuk diinvestasikan ke proyek-proyek pertumbuhan,” tuturnya.
Selain itu, dia juga menyebut bahwa PT Vale dan pemegang saham tetap berkomitmen untuk mematuhi hukum dan peraturan Indonesia, termasuk kewajiban divestasi yang membuat PT Vale mencapai 51% kepemilikan Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo menyebut, pihaknya meminta Vale melakukan cash call. Dia mengatakan, MIND ID sebagai pemegang 20% saham Vale meminta Vale untuk memanggil perseroan agar menambahkan investasi di sana.
Dia beralasan, selama MIND ID menjadi pemegang 20% saham Vale sejak 19 Juni 2020 lalu, perusahaan tidak pernah diminta Vale untuk berinvestasi.
“Gw malah nantang sama Vale untuk cash call. Panggil kita sebagai pemegang saham untuk investasi di Vale. Kenapa kita pemegang saham nggak pernah dimintai untuk investasi. MIND ID ini kan pemegang saham, kalau mereka mau investasi, kita kan harus investasi juga,” bebernya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Kamis (13/4/2023).
Dia pun menyinggung proyek smelter nikel baru Vale di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara senilai US$ 4,5 miliar atau Rp 67,5 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$). Proyek smelter ini merupakan proyek kerja sama Vale dengan perusahaan China Zhejiang Huayou Cobalt dan perusahaan Amerika Serikat Ford.
Dia pun mempertanyakan, siapa yang berinvestasi di proyek smelter baru tersebut? Apakah Vale atau justru Huayou atau Ford.
“Loh orang sekarang gw tantang, kenapa yang ini harus misalnya orang lain, dari luar? loh kita pegang investasi dong, kan kalau komitemnnya investasi kan dari kita, yang dituntut investasi itu siapa? Vale atau Huayou, atau Ford atau siapa?” tuturnya.
Begitu juga terkait rencana pengambilan 11% saham PT Vale Indonesia sebagai kewajiban divestasi Vale, Dilo menyebut pada dasarnya, MIND ID mendukung langkah pemerintah untuk mengambil alih saham 11%, di mana saat ini MIND ID merupakan salah satu pemegang saham Vale sebanyak 20%.
Namun, menurutnya akan lebih menguntungkan MIND ID bila jumlah saham yang diambil lebih dari 11% atau setidaknya 20%.
Dia menyebut, dengan mengambil alih 11% saham Vale belum bisa membuat MIND ID menjadi pemegang saham mayoritas di PT Vale Indonesia. Dia menyebut, Vale Canada Limited (VCL) masih tetap akan menjadi pemegang saham mayoritas.
Bila ditambah 11%, maka kepemilikan MIND ID di Vale “hanya” 31%, masih lebih rendah dibandingkan kepemilikan asing di perusahaan asal Kanada ini.
Saat ini mayoritas saham Vale dimiliki Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) 15%. Kalaupun kepemilikan saham keduanya berkurang 11%, maka artinya saham asing di Vale masih tetap akan lebih tinggi dibandingkan MIND ID. Adapun 20,7% merupakan saham milik publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Nah 11% ini kalau ditambah sama 20% saham kita, kita cuma dapat 31%. Nah saham mereka yang tadinya 40% sekian jadi turun ke 36%. Artinya, mayoritas masih Vale, belum lagi ditambah sama Sumitomo,” ungkapnya.
Dia juga mengatakan, jika MIND ID mengambil alih saham Vale sebesar 11%, ini belum bisa segera memberikan keuntungan yang besar. Dia menyebut, hal ini dikarenakan berdasarkan kebijakan Vale, perusahaan ini masih belum akan membagikan keuntungan dalam bentuk dividen atau pembagian laba perusahaan sampai dengan tahun 2027 mendatang.
“Jadi ya kita punya 11% sebenarnya tidak punya arti apa-apa, nah padahal Vale punya kebijakan untuk tidak membagikan keuntungannya dalam bentuk dividen sampai 2027. Lu mau nggak, punya investasi tapi sampai 2027 tidak ada pembagian keuntungan, jadi kita harus buat apa,” ucapnya.