RI Masih Ribut Food Estate, China Sudah Ngegas Duluan, Ini Buktinya
Ketahanan pangan masih menjadi isu besar Indonesia karena sejumlah faktor, mulai dari berkurangnya lahan hingga turunnya jumlah petani. Kondisi sebaliknya justru tengah dihadapi China di mana makin banyak generasi muda yang kembali ke desa untuk bertani.
Persoalan pangan menjadi salah satu isu panas dalam debat calon presiden (capres) 2024. Salah satunya adalah mengenai keberadaan food estate. Pasangan capres dan cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar juga beberapa kali menyerang kebijakan food estate Presiden Joko Widodo yang dianggap gagal.
Proyek Food estate adalah https://judol-terpercaya.xyz/ satu dari banyak persoalan di sektor pertanian Tanah Air. Indonesia juga harus menghadapi persoalan berkurangnya lahan hingga pekerja di sektor pertanian yang menua. Semakin sedikitnya generasi muda yang mau menjadi petani juga bisa menjadi persoalan besar di Indonesia.
Berdasarkan hasil survei Jakpat, hanya 6 dari 100 generasi Z berusia 15-26 tahun yang ingin bekerja di bidang pertanian. Ada sejumlah alasan mengapa banyak generasi Z yang tak ingin bekerja di bidang pertanian. Salah satunya adalah karena pendapatan yang kecil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan upah nominal buruh tani pada Desember 2023Rp68.900 per hari,
Pemuda China Balik ke Desa Untuk Bertani
Turunnya minat untuk bekerja di sektor pertanian berbeda dengan apa yang terjadi di China. Tenaga kerja sektor primer China kembali menunjukkan perbaikan dengan kembalinya para migran ke sektor pertanian. Sedangkan di Indonesia sendiri banyak pemuda yang tidak menginginkan menjadi petani.
Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), jumlah dan pangsa pekerja yang bekerja di industri primer China meningkat untuk pertama kalinya dalam dua dekade pada 2022. Sebuah tren yang mungkin akan terus berlanjut, kata para analis, jika tidak ada pemulihan yang solid di sektor manufaktur dan jasa.
Untuk diketahui, sekitar 176,6 juta orang atau dengan kata lain sekitar 24,1% dari total pekerja di China telah bekerja di bidang pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan, dan kegiatan lain yang melibatkan ekstraksi sumber daya alam pada 2022, menurut Buku Tahunan Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan China 2023. Ringkasan data baru-baru ini diterbitkan oleh Biro Statistik Nasional (NBS).
Tingkat pengangguran perkotaan di China yang disurvei mencapai 5% pada bulan Oktober, tidak berubah dari September 2023.
Tahun ini, angka tersebut mencapai puncaknya pada 5,6% pada Februari 2023, namun kini telah turun ke level terendah sejak November 2021.
Jumlah tersebut telah meningkat hingga 6,1% pada April 2022 setelah kebijakan lockdown dan pengendalian virus corona yang ketat berdampak pada banyak wilayah, termasuk di pusat internasional Shanghai.
Sementara itu, tingkat pengangguran China untuk kelompok usia 16 hingga 24 tahun telah naik ke angka tertinggi sepanjang masa sebesar 21,3% pada Juni 2023.
Sedangkan pekerja kota non-privat juga mengalami penurunan sejak puncaknya pada 2014 sebesar 18.277 menjadi 16.700 pada 2022 atau turun sekitar 8,63% dalam kurun waktu delapan tahun.
Beragam unit non-privat secara kompak juga tercatat terus lebih rendah dibandingkan periode-periode sebelumnya, seperti di sektor agrikultur, pertambangan, manufaktur, konstruksi, hotel dan pelayanan katering, dan lainnya.
Para ahli mengatakan situasi ini mencerminkan bahwa kembalinya pekerja migran ke kampung halaman mereka di pedesaan di tengah pengendalian pandemi yang ketat dan pasar kerja perkotaan yang suram pada tahun 2022, dan hal ini dapat terus berlanjut jika sektor lain tidak memberikan kompensasi dengan kembalinya pertumbuhan berkelanjutan.
Untuk beberapa waktu ke depan, tampaknya memang tren ini setidaknya dapat bertahan dalam jangka pendek karena penurunan konsumsi rumah tangga terus melumpuhkan sektor jasa dan manufaktur tidak mampu menyerap kelebihan tenaga kerja.
“Pekerja migran mungkin akan kembali ke kota ketika layanan sudah pulih, namun jangka waktunya tidak diketahui,” ujar Kepala Ekonom Hang Seng Bank Chin, Wang Dan.
Pertumbuhan ekonomi China tidak merata setelah pencabutan pengendalian Covid-19, dengan merosotnya sektor properti, melambatnya pertumbuhan ekspor, dan tertekannya sentimen bisnis yang melemahkan kepercayaan konsumen.
Provinsi Guangdong Gencar Dorong Pertanian
Dampak tingkat pengangguran di kalangan pemuda perkotaan China melonjak, Guangdong menawarkan solusi yang sangat kontroversial, yaitu dengan mengirimkan 300 ribu pemuda pengangguran ke pedesaan selama dua hingga tiga tahun untuk mencari pekerjaan.
Melansir dari CNN Business, pusat manufaktur yang berbatasan dengan Hong Kong, Guangdong mengatakan bulan lalu akan membantu lulusan perguruan tinggi dan pengusaha muda untuk mendapatkan pekerjaan di pedesaan. Hal itu juga mendorong pemuda pedesaan untuk kembali ke pedesaan untuk mencari pekerjaan di sana.
Pengumuman tersebut menyusul seruan Presiden Xi Jinping pada Desember 2022 agar kaum muda perkotaan mencari pekerjaan di daerah pedesaan dalam upaya untuk “merevitalisasi ekonomi pedesaan,” menggemakan kampanye sebelumnya yang diluncurkan beberapa dekade lalu oleh mantan pemimpin Mao Zedong di mana puluhan juta pemuda perkotaan secara efektif diasingkan ke daerah terpencil di China.
Adapun rencana Guangdong yang disorot secara luas di media sosial, bertepatan dengan tingkat pengangguran perkotaan di antara usia 16 hingga 24 tahun yang melonjak menjadi 19,6%, tingkat tertinggi kedua dalam catatan.
Menurut perhitungan CNN berdasarkan data terbaru yang tersedia dari Biro Statistik Nasional, ada sekitar 11 juta pemuda pengangguran di kota-kota China.
Adapun demikian, tingkat pengangguran kaum muda diprediksi dapat meningkat lebih lanjut, karena jumlah rekor 11,6 juta mahasiswa akan lulus tahun ini dan mencari pekerjaan di pasar yang sudah ramai.
Bagaimana dengan Situasi Pertanian di Indonesia?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan profesi petani menjadi sebuah profesi yang menjanjikan dan bisa mensejahterakan. Kepala negara ingin, generasi muda lebih berminat untuk menjadi petani.
Jokowi mengemukakan, 71% petani Indonesia saat ini berusia 45 tahun ke atas, sementara yang di bawah umur 45 tahun hanya 29%. Pemerintah pun saat ini bertekad menjadikan sektor pertanian menjadi sektor menguntungkan.
Generasi muda yang terjun ke pertanian diproyeksi akan terus menurun. Wawancara mendalam CNBC Indonesia kepada anak petani di bawang putih di Magelang, Jawa Tengah. Mereka mengungkapkan bahwa tak tertarik meneruskan pertanian karena tahu faktanya bahwa pertanian “kadang begitu menyakitkan”.
Mengapa demikian? Setelah diperdalam kembali nyatanya pertanian cukup pelik dilakukan karena membutuhkan modal yang besar dengan hasil usaha tani yang bisa dibilang ‘tebak-tebakan’. Jika hasil usaha tani bagus maka bisa menutupi modal yang bersumber dari hutang di bank ataupun dari pinjaman keluarga.
Namun jika gagal atau setengah gagal maka hasil pendapatan akan habis menutupi sewa lahan (jika lahan bukan milik sendiri), biaya pupuk, biaya pestisida yang mahal hingga biaya lainnya.
Rendahnya minat pemuda bekerja di sektor ini pun membuat Indonesia harus puas berada di urutan keenam negara dengan proporsi tenaga kerja pertanian tertinggi di Asia Tenggara. Menurut ASEAN Statistics Division, proporsi tenaga kerja pertanian di Indonesia sebesar 29,8% pada 2020.
Lebih lanjut, rendahnya kesejahteraan petani membuat anak muda enggan menjadi petani, bahkan profesi petani terstigma identik dengan profesi “orang miskin”, “terbelakang”.
Untuk buruh tani saja melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, upah nominal buruh tani pada Desember 2023 Rp68.900 per hari.
Kendati banyak warga Indonesia yang tidak ingin menjadi petani, namun kondisi food estate (lumbung pangan) masih cukup baik.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA, Rachmi Widiriani mengungkapkan saat ini Indonesia memiliki 4.868 lumbung pangan masyarakat (LPM) yang tersebar di 388 Kabupaten dan 33 Provinsi di Indonesia. Dia menegaskan koordinasi dalam Penguatan CPP Desa dan Lumbung Pangan Masyarakat juga akan terus dipantau.
Lebih lanjut, dilansir dari Kementerian Pertanian, dengan pengembangan food estate, pengelolaan pertanian tidak lagi dengan cara biasa atau konvensional, tetapi dilakukan pada skala usaha yang luas (economy of scale) dengan penerapan inovasi teknologi serta pengembangan kelembagaan dan infrastruktur pendukung.
Implementasi pengembangan food estate, telah diawali dengan membangun food estate di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak tahun 2020, dan direncanakan akan terus dikembangkan sampai pada tahun 2024.
Sensus Pertanian 2023 menunjukkan jumlah petani di Indonesia mencapai 28,19 juta. Petani milenial yakni mereka yang berusia 19-39 tahun mencapai 6,18 juta atau sekitar 21,14%.
Foto: BPS
Persentase petani Indonesia |