Sudah banyak kapal yang bolak-balik melintasi perairan Indonesia sejak berabad-abad lalu. Letak Indonesia yang strategis menjadi tempat favorit bagi mereka yang berlayar dari barat ke timur, atau sebaliknya. Karena menempuh rute panjang dan medan berbahaya, maka kapal yang melintas pun bukan main ukurannya. Biasanya berukuran besar. Kapal-kapal tersebut tidak hanya membawa manusia, tetapi juga barang. Mulai dari kain, keramik, guci, dan sebagainya.
Namun, nasib kapal tidak selamanya mujur, alias dapat kembali ke tempat asal dengan selamat. Ada pula yang bernasib sial: karam. Penyebabnya beragam, mulai dari faktor cuaca, menabrak karang, kelebihan muatan, dan diserang musuh. Karena turut pula membawa barang berharga, karamnya kapal ini menjadi harta karun yang terkubur di lautan Indonesia selama ratusan bahkan ribuan tahun.
Satu daerah asal harta karun tersebut adalah Tiongkok. Beberapa bukti arkeologis menunjukkan jejak perdagangan Tiongkok di Nusantara sudah ada sejak tahun 45 SM. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya keramik di Sumatera, Jawa dan Kalimantan yang bertarikh tahun tersebut. Namun, menurut Wolters dalamĀ Early Indonesian Commerce (1967), hubungan Tiongkok dengan berbagai kerajaan di Nusantara baru terjalin mapan sejak abad ke-5 M.
Tulang punggung perdagangan kedua wilayah adalah keramik yang kala itu cukup digemari di Nusantara. Tercatat ada ratusan ribu keramik yang dibawa oleh kapal-kapal dari Tiongkok ke Nusantara, yang kemudian diteruskan ke daerah lain oleh kapal Nusantara yang lebih kecil. Tak hanya keramik, barang hiasan lain seperti guci dan porselen juga turut diperdagangkan.
Diprediksi ada puluhan ribu kapal yang mengangkut komoditas tersebut. Namun, seperti yang disebut tidak semuanya berjalan sukses. Banyak yang menjadi bangkai. Tercatat ada lebih kurang 30 ribu kapal Tiongkok yang karam di Indonesia. Angka ini belum memperhitungkan jumlah kapal Nusantara yang juga membawa barang berharga tersebut. Dari ribuan itu, ada beberapa yang berhasil ditemukan dan terdeteksi membawa harta karun.
Pada 1990-an, di Selat Karimata para nelayan menemukan kapal karam. Menurut Widiati dalamĀ Keramik Kuna Dari Dasar Laut Perairan Indonesia, kapal itu belakangan dinamai kapal Bakau.
Bangkai kapal berada di dasar laut dengan bagian kapal masih utuh. Ditemukan pula ribuan muatan keramik terbaik asal Cina dan Thailand. Hasil perhitungan menunjukkan kalau kapal itu berasal dari awal abad ke-15.
Selain itu, masih mengutip Widiati, ada pula penemuan kapal karam asal Palembang di Laut Jawa pada 1997. Kapal ini adalah perahu layar Indonesia dari abad ke-10 yang berlayar dari Palembang ke Jawa. Muatannya sangat beragam dan masih lengkap. Ada ribuan keramik Cina, batangan logam timah, perak, perunggu, perhiasan, cermin, dan besi.
Dua contoh di atas hanya sedikit dari penemuan kapal karam di Indonesia. Sayang, temuan ini tidak dilakukan oleh pemerintah Indonesia sendiri dan justru oleh pihak asing atau perorangan. Keramik dan perhiasan kuno lain sangat bernilai. Jika dilego, harganya bisa mencapai miliaran rupiah.