Kongsi Dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) adalah perusahaan terbesar selama dua abad. Dari abad ke-17 sampai abad ke-19, tak ada perusahaan manapun mampu menandingi kekayaan VOC sebanyak 75 juta gulden.
Angka ini didapat berkat keberhasilan VOC mengeksploitasi Indonesia. Jutaan ton rempah-rempah telah diperdagangkan Negeri Kincir Angin. Saat VOC bubar pada tahun 1800, bukan berarti perdagangan Eropa-Hindia Belanda berhenti. Setelahnya justru semakin masif. Eksploitasi kekayaan alam, selain rempah, nyatanya terus bergulir. Belanda makin kaya. Sementara Hindia Belanda melarat.
Salah satu aspek yang jadi tulang punggung kegiatan kolonialisme Belanda adalah keberadaan kapal. Karena ini Belanda mampu mengirimkan barang-barang dari dan ke Indonesia.
“Kapalnya sangat besar. Satu unitnya bisa ditempati ratusan orang dan ribuan barang logistik. Beberapa diantaranya ada pula yang dilengkapi persenjataan,” tulis Robert Pathius dalam Dutch Ship in Tropical Waters: The Development of the Dutch East Indies (VOC) Shipping Network in Asia (2010)
Hal ini wajar karena perjalanannya jauh, tidak mudah, dan lama. Karenanya sekali perjalanan, satu unit kapal harus mengangkut banyak orang dan barang agar lebih efektif dan efisien. Namun, perjalanan tak selamanya lancar. Banyak di antaranya harus karam dan tenggelam di perairan Indonesia.
Dalam Jejak Tinggalan Budaya Maritim Nusantara, tercatat 115 kapal VOC sepanjang berkuasa dinyatakan karam. Biasanya disebabkan oleh faktor cuaca, kegagalan teknis, menabrak karang, dan diserang musuh. Sayang, tidak ada catatan lengkap tentang jumlah kapal karam setelah masa VOC. Terlepas dari itu, sorotan utama adalah tentang keberadaan barang yang tenggelam, seperti guci, keramik, koin, sampai batangan emas.
Seluruhnya bernilai tinggi saat itu dan semakin tinggi saat ini seandainya dijual. Menurut Muslimin A.R Efendy dalam Fenomena Pencarian Kapal Karam (2013), dalam tiap kapal karam Belanda yang berhasil di eksplorasi mayoritas terdapat piring dan keramik asal Cina. Dalam satu kapal ada ratusan sampai ribuan barang. Sayang, banyak barang berharga tersebut menjadi misteri karena masih terkubur di lautan selama ratusan tahun.
Kisah-kisah kapal karam di bawah ini barangkali menggiurkan para pemburu harta karun.
Pada pertengahan November 1639, kapal Rijf yang berlayar dari Formosa ke Makassar hilang dan kandas ditelan ombak Laut Jawa. Muatannya berisi keramik 58.915 keramik hilang entah kemana. Kabarnya ada yang dijarah dan ada pula yang dibiarkan tenggelam.
Setahun kemudian, kapal Belanda Castricum hancur diterjang ombak pada 20 Maret 1640 di Selat Makassar. Laporan VOC, dikutip Effendy, melaporkan kalau kapal itu penuh dengan keramik, kain Cina, marmer, dan meriam. Seluruhnya tenggelam di lautan.
Lalu yang tak kalah menggiurkan adalah karamnya kapal Robertus Hendrikus. Berdasarkan arsip koran De Oostpost (26 Juni 1856), kapal itu dibakar seseorang saat berlayar ke Semarang pada 10 Juni 1856. Karamnya kapal turut mengubur 80.000 uang logam, 4,5 ton emas, dan jutaan gulden yang tersimpan di puluhan kotak peti.
Para penyelam dari Batavia dikirimkan khusus untuk mencari barang berharga. Sayang, tidak membuahkan hasil
“Jumlah kerugian dari terkuburnya barang itu setara dengan keuntungan tahunan dari pos perdagangan. Para pejabat sudah putus asa terkait nasib barang itu,”catat koran De Oostpost
Seluruh harta karun tersebut jika ditemukan dan dijual, sudah pasti harganya bakal melambung tinggi. Penemunya bak tertimpa durian runtuh. Namun, untuk memperolehnya pula ada harga yang harus dibayar mahal.