Bisnis Ayam dalam Putaran Roda Ekonomi Indonesia
Ayam goreng atau fried chicken merupakan salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia. Kesukaan masyarakat Indonesia pada ayam goreng ikut mendorong menjamurnya bisnis fried chicken yang menghidupi ribuan pekerja dan menggerakkan ekonomi.
Bisnis ayam goreng bahkan mampu menggerakkan raksasa supply chain mulai dari peternak, rumah pemotongan hewan, petani, ojek online, pabrik minyak goreng, hingga usaha kemasan makanan. Bisnis https://totokas138.store/ tersebut juga mampu menciptakan ribuan tenaga kerja.
Bisnis Ayam Goreng Untungkan Peternak Hingga Petani Tomat
Peternak ayam adalah salah satu pelaku usaha yang sangat diuntungkan dengan bisnis fried chicken. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah perusahaan peternakan unggas mencapai 442 pada 2022, naik 13% dibandingkan 2018.
Peternakan terbanyak ada di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 161 disusul kemudian dengan Banten (69) dan Jawa Tengah (51).
Peternakan ayam di daerah mampu menciptakan lapangan kerja hingga 21.912 orang pada 2022, naik 19% dibandingkan pada 2018.
Tak hanya peternak, bisnis ayam goreng menguntungkan petani cabai, tomat, dan sawit. Cabai merah dan tomat merupakan bahan utama bumbu pendamping ayam goreng.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) konsumsi cabai terus meningkat dan tembus di angka 636,56 ribu ton pada 2022. Bahkan, konsumsi ini sudah melampaui sebelum pandemi Covid-19, tepatnya pada 2019, sebesar 629,02 ribu ton.
Sedangkan tomat juga menjadi salah satu komoditas hasil perkebunan yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Pasalnya, tomat tak hanya bisa dimakan langsung, tapi juga diolah menjadi berbagai masakan.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) konsumsi tomat oleh rumah tangga di Indonesia sebanyak 687.980 ton pada 2022, atau naik sekitar 1,48% dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, sawit merupakan bahan baku untuk menggoreng ayam goreng. Bisnis ayam goreng menjadi salah satu usaha yang menyerap minyak sawit dalam negeri. Sebagai catatan, Indonesia adalah produsen minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di dunia dengan melibatkan jutaan petani. Usaha ayam goreng yang menyerap banyak minyak ikut serta menjaga stabilitas harga minyak global serta keberlangsungan petani sawit.
Dalam catatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), konsumsi pangan menyerap sekitar 20% dari produksi CPO Indonesia.
Jika permintaan meningkat, harga CPO juga ikut terjaga dan akan berimbas kepada sekitar 2,6 juta keluarga petani sawit Indonesia.
Selain peternak dan petani, bisnis ayam goreng juga menciptakan ribuan pekerjaan mulai dari karyawan, tukang parkir, distributor bahan pangan, pengantar makanan, hingga pembuat kemasan makanan.
Sebagai contoh, raksasa waralaba KFC mampu mempekerjakan 15.715 orang per September 2023. Jumlah tersebut melonjak 18% dibandingkan pada 2021. Pegawai tersebut tersebar di 754 gerai di seluruh pelosok Tanah Air.
Ayam Goreng Lokal Diserbu, Asing Tetap Nomor Satu
Ketua Komite Tetap Bidang Waralaba, Lisensi, dan Kemitraan Kamar Dagang & Industri Indonesia (KADIN) Levita Ginting Supit mengatakan bisnis waralaba ayam meroket tajam dalam 2-3 tahun terakhir atau pasca pandemi Covid-19. Bisnis tersebut tergolong terjangkau dengan modal Rp 20-100 juta.
Seperti diketahui, pandemi membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan bisnis ayam goreng menjadi pilihan.
Levita menjelaskan bisnis tersebut ikut memulihkan ekonomi Indonesia karena menggerakan permintaan ayam dan menciptakan lapangan kerja “Ini kan bisnis yang dijalankan anak bangsa. Ayam-ayamnya dari sini. Bahan-bahannya diolah dari sini. Yang dipekerjakan juga anak bangsa,” tutur Levita, kepada CNBC Indonesia.
Beberapa waralaba ayam goreng lokal di antaranya adalah Sabana, Hisana, Ayam Geprek Bensu, D’kriuk, dan d’Best O Chicken & Burger.
Di tengah serbuan ayam goreng lokal, franchise ayam goreng luar negeri tetap menjadi pilihan utama.
Laporan dari Unites States Department of Agriculture (USDA)- Foreign Agricultural Service menyebut nilai industri layanan makanan di Indonesia mencapai US$ 29 miliar atau setara Rp 447,3 triliun pada 2022. Jumlah tersebut melonjak 30% dibandingkan 2021. Laporan yang terbit pada 4 Oktober 2023 menyebut nilai industri layanan makanan di Indonesia yang tertinggi di Asia Tenggara.
Waralaba cepat saji dari Amerika Serikat (AS) mendominasi industri layanan makanan Indonesia Kentucky Fried Chicken (KFC), MCDonald’s, dan Pizza Hut merupakan waralaba cepat saji paling favorit di Indonesia. Penjualan ketiganya mencapai 49% dari total fast-food di Indonesia.
Laporan Mastercard-Crescentrating Halal Food Lifestyle Indonesia pada 2021 bahkan menunjukkan fakta mengejutkan. Laporan tersebut menyebut muslim Indonesia juga suka menikmati makanan cepat saji, terutama ayam goreng.
Sebanyak 27% responden mengatakan mereka makan fast food sekali seminggu. KFC menjadi menu pilihan utama untuk makanan cepat saji. Menurut masyarakat Indonesia, kekuatan KFC adalah mampu menciptakan menu fushion dengan kuliner lokal.
Foto: Mastercard
Restoran facorit muslim Indonesia |
Ada Boikot, Bagaimana Nasib Peternak?
Bisnis ayam goreng dan supply chainnya menjadi perhatian saat gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) mulai ramai pada Oktober. BDS adalah gerakan boikot dari konsumen guna meyakinkan para pelaku perdagangan di seluruh dunia untuk berhenti menjual produk asal Israel.
Di Indonesia, gerakan ini semakin terdorong setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Palestina.Boikot tersebut membuat sejumlah franchise ayam goreng terimbas. Akibatnya, peternak unggas pun terimbas.
Presiden Peternak Layer Indonesia Ki Musbar Mesdi AhmadDawami, Ketua Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia, menjelaskan Mengakui ada penurunan pembelian ayam potong di RumahPotong Ayam (RPA)setelah boikot. Peternak ayam yang terdampak terutama di wilayah Jawa Barat.
“Penurunan rata-rata sekitar 30-40%. Beberapa RPA sudah melaporkan itu,” tutur Dawami, kepada CNBC Indonesia.
Dawami menambahkan permintaan ayam dalam kondisi normal sekitar 60 ribu ton dalam sepekan.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengingatkan boikot justru akan lebih berdampak kepada ekonomi nasional. Pasalnya, bisnis ayam Indonesia justru bertumpu pada peternak dan petani lokal bukan produk asing.
Bila boikot berlanjut maka kerugian ekonomi akan dirasakan dari tenaga kerja hingga perusahaan.
“Ini kan local content. Tenaga kerja dan bahan baku itu kan dari Indonesia jadi dampaknya kita bekerja di sektor tersebut. Ini akan terasa (ke Indonesia) karena supplier bahan baku sebagian besar dari Indoensia. Ayamnya dari Indonesia, peternaknya juga Indonesia,” tutur Ahmad Heri, kepada CNBC Indonesia.
Dia menambahkan kerugian besar tidak hanya dirasakan pemegang lisensi franchise tetapi pekerja hingga peternak. Kerugian bisa meluas kepada ekonomi Indonesia.
“Ayamnya dari Indonesia, peternaknya Indonesia. Bahan baku sudah local content, hanya merknya (luar) karena membeli franchisenya. Boikot buat sebagian masyarakat berdampak. Dampaknya tidak bisa dipungkiri,” imbuhnya.